Minggu, 18 Oktober 2015

makalah masalah pokok pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Istilah permasalahan diterjemahkan dari istilah “problem” (Bahasa Inggris) yang berarti : perbedaan (discrapancy/ different) antara sesuatu yang diharapkan (what should be/ das solen) dengan sesuatu yang terlihat/ terdapat sebagaimana adanya (what is/ das sain) tentang sesuatu. Dalam bahasa yang mudah dimengerti permasalahan  adalah : “perbedaan/jarak/kesenjangan antara sesuatu yang di cita-citakan (idealita) dengan sesuatu yang ternyata ada (realita). Permasalahan penadidikan ialah perbeadaan program-program penadidikan antara yang diharapkan dengana kenyataaan yang terlakasana dilapangan. Seperti diketahui program utama pengembangan pendidikan ditanah air kita adalah :
a.       Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan.
b.      Peningkatan mutu pendidikan.
c.       Peningkatan relevansi pendiddiakn.
d.      Peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan.
e.       Pengembangan kebudayaan.
f.       Pembinaaan generasi muda.
(TAP MPR RI No II/MPR/1993)
Semakin besar/lebar perbedaan antara yang dicita-citakan dengan yang ternyata ditemui dilapangan, semakin besar/rumit/komplek permasalah tersebut. Dewasa ini permasalahan yang dipandang rumit/kompleks adalah permasalahan: 1) pemerataan, 2) mutu, 3) efisiensi dan efektiviatas, 4) relevansi. Keemapat permasalahan pokok ini akan dipaparkan dalam pembahasan ini.
B.     Tujuan
Dengan membahas permasalahan pokok pendidikan yang ada di Indonesia di harapkan peserta dapat mengetahui pokok permasalahan yang ada di indonesia. Selain itu peserta juga di harapkan dapat :
1.      Menguraikan permasalahan pokok pendidikan di tanah air.
2.      Menjelaskan keterkaitan antara pokok permaslahan tersebut.
3.      Mengidentifikasi factor yang mempengaruhi perkembangan masalah tersebut
4.      Menganalisis cara penanggulangan dari permalahan tersebut.

BAB II
ISI
A.    MASALAH POKOK PENDIDIKAN

1.      Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidiksn adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembanagunan.
Masalah pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karaena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia.
Pada awalnya di tanah air kita pemerataan pendidikan telah dinyatakan dalam undang-undang no. 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran disekolah, pada bab XI, pasal 17 berbunyi:Tiap-tiap warga negara Republik indonesi mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi muridsuatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran disekolah itu dipenuhi.“  (Prof.Dr.Umar Tirtarahaja dan Drs.La Sula,227,2000)
Landasan yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan uapaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan. (Prof.Dr.Umar Tirtarahaja dan Drs.La Sula,228,2000)
Diharapkan : “pendidikan nasional dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan”.
Kenyataan : “masih banyak warga negara khususnya warga usia sekolah tidak tertampung dilembaga pendidikan yang ada. Permasalahannya ialah bagaimana sistem  pendidikan di kelolah sehingga dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara memperoleh pendidikan. (pengantar pendidikan,97,2006
Dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya itu diharapkan pendidikan akan semakin merata, karena merata dalam arti yang sesungguhnya tidak mungkin dicapai, hal ini antara lain disebabkan peraturan perundang-undangan tentang wajib belajar tidak diikuti dengan sanksi bagi yang tidak mengikutinya, karena sistem pendidikan itu sendiri belum memungkinkan untuk itu.

2.      Kuantitas Pendidikan
Masalah kuantitas pendidikan merupakan masalah yang menyangkut banyak murid yang harus ditampung di dalam system pendidikan atau sekolah.
Masalah ini timbul karena calon murid yang tidak tertampung di suatu sekolah, karena terbatasnya daya tampung.Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.Permasalahan ini mencuat terutama di SD pada tahun-tahun lampau. Tapi saat ini masalah itu sudah bisa teratasi, apalagi dengan telah banyaknya didirikan SD swasta yang dengan kata lain dapat mengatasi permasalahan kuantitas pendidikan. Sisa permasalahan ini ada pada anak-anak yang tinggal di daerah terpencil
Untuk mengatasi masalah kuantitas pendidikan  itu perlu adanya perhatian yang lebih dari pemerintah agar anak-anak yang tinggal di daerah terpencil ikut merasakan pendidikan. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan membangun SD negeri di daerah-daerah yang masih minim kuantitas pendidikannya, dan tentunya sekolah yang dibangun juga dilengkapi sarana prasarana yang lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar.

3.      Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan umumnya dilihat dari hasil (output) pendidikan itu sendiri, kriteria untuk hasil ini adalah kadar ketercapaian tujuan pendidikan itu sendiri, kadar ketercapaian tujuan ini dapat dilihat dari hirarki tujuan terkecil yaitu tujuan pembelajaran khususnya indikator pencapaian hasil belajar kualitas ketercapaian TPK indikator selanjutnya dapat menggambarkan ketercapaian tujuan pembelajaran umum kompensasi dasar.
Demikian secara hirarki sehingga dapat diketahui pula tujuan-tujuan yang lebih jauh yaitu tujuan kurikuler (tujuan mata pelajaran/kuliah), tujuan institusional (lembaga pendidikan), dan tujuan nasional pendidikan, tujuan ini diterapkan sebelum proses pendidikan dimulai. (pengantar pendidikan,96,2006)
Kadar ketercapaian tujuan ini tergantung pada lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tersebut, unit terkecil yang akan menentukan ialah guru mata pelajaran yang bersangkutan. Memang kadar ketercapaian tujuan  sukar / sulit ditetapkan secara pasti  karena alat ukur keberhasilan seorang anak di sekolah belum ada yang baku,  adakalanya sistem penilaian ada yang menggunakan  panduan acuan normal dan acu an patokan, rambu-rambur kadar keberhasilan (ketercapaian tujuan) secara umum dapat ditetapkan seperti kadar pencapaian tujuan minimal 75% (menurut kurikulum sekolah), indek prestasi (IP) minimal 2,00 untuk program S1 di Perguruan Tinggi.
 Walaupun kadar minimal sudah ditetapkan, tetapi pada akhirnya yang memutuskan nilai adalah si penilai (evaluator) itu sendiri, keadaan seperti ini menyebabkan kita mengalami kesukaran untuk menetapkan kadar mutu yang sesungguhnya, oleh sebab itu permasalahan mutu pendidikan sukar diketahui dalam arti yang sesungguhnya.  (pengantar pendidikan,97,2006)

4.      Efisiensi
Pendidikan dikatakan efisiensi (ideal) ialah bila penyelenggaraan pendidikan tersebut hemet waktu, tenaga dan biaya tetapi produktivitas (hasil) optimal. Pendidikan dikatakan efisiensi bila pendayagunaan sumberdaya yang ada (waktu, tenaga, biaya) tepat sasaran, kadar efisiensi itu tentu tergantung pada pemberdayaan sumberdaya tersebut, bila yang terjadi misalnya tidak hemat (boros) waktu, biaya dan tenaga tidak berfungsi secara optimal maka kadar efisiensi rendah (kurang efisien).
Kadar efisinsi dilapangan (realita) ditentukan oleh keadaan pendayagunaan ketiga kriteria tersebut, bila penyelengaraan pendidikan tidak/kurang memfungsian tenaga yang ada, sementara waktu kurang dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga banyak yang terbuang sia-sia, apalagi biaya yang dikeluarkan banyak maka kadar efisiensi rendah. (pengantar pendidikan,98,2006)
Analisis seperti ini dapat diarahkan pada unsur-unsur terkecil dari ketiga kriteria tersebut, misalnya apakah waktu yang digunakan sesuai dengan rencana, apakah guru mengajar  sama dengan jam wajib mengajar setara dengan pegawai negri (24 jam/ minggu), demikian pula analisis dapat dilakukan dari unsur-unsur makro sehingga dapat diketahui efisiensi secara nasional. (pengantar pendidikan,98,2006)
5.      Efektivitas
Pendidikan dikatakan efektif ialah bila hasil yang dicapai sesuai dengan rencana/program yang dibuat sebelumnya (tepat guna, bila rencana mengajar (persiapan mengajar) yang dibuat oleh guru atau silabus yang dibuat oleh dosen sebelum mengajar/memberikan kuliah terlaksana secara utuh dengan sempurna, maka pelaksanaan perkuliahan tersebut dikatakan efektif, sempurna disini meliputi semua komponen perencanaan seperti tujuan, materi/bahan, strategi, evaluasi.
 Sebaiknya dikatakan kurang efektif apabila komponen-komponen rencana tidak terlaksana dengan sempurna, misalnya tujuan yang ingin dicapai tidak tercapai semuanya, materi tidak tersajikan semuanya, stretegi belajar mengajar tida tepat, evaluasi tidak dilakukan sesuai dengan rencana. (pengantar pendidikan,98,2006)

6.      Masalah Relevansi Pendidikan
Pendidikan dikatakan relevan ialah bila sistem pendidikan dapat menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, kesesuaian tersebut meliputi kuantitas(jumlah) ataupun kualitas (mutu) output tersebut, selanjutnya kesesuaian tersebut hendaknya mempunyai tingkat keterkaitan dan keterpaduan.
Pendidikan dikatakan tidak / kurang relevan apabila tingkat kesesuaian tidak ada, kadar permasalahan ditentukan oleh tingkat kesesuaian antara sistem pendidikan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan tersebut, bila tingkat kesesuaian tinggi maka pendidikan dikatakan relevan, permasalahan akan semakin besar bila tingkat kesesuaian rendah. (pengantar pendidikan,99,2006)

7.      Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Identifikasi masalah sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan antara lain :
a.       Pendidik bukan berasal dari lulusan yang sesuai. Maksudnya terkadang terdapat tenaga pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan jurusannya. Contoh, pendidik yang  merupakan lulusan metematika mengajar bahasa Indonesia. Hal ini secara tidak langsung akan menjadi masalah pendidikan di Indonesia.
Padahal dalam PP NO.19 tahun 2005 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan pasal 28 ayat 2, dijelaskan bahwa pendidik harus sesuai dengan ijazah dan sertivikat keahlian yang relevan dengan perundang-undangan yang berlaku.
b.       Pendidik kurang menguasai dari 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik maupun tenaga kependidikan sehingga hal ini menyebabkan adanya masalah kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yang kurang baik.
Dalam UU RI no.14 Tahun 2005 pasal 8 ayat dijelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi yang salah satu diantaranya kompetensi , dan diperjelas dalam pasal 10 ayat 1 yang berbunyi “ kompetensi guru sebagai mana dalam pasal 8 meliputi kopetensi pedagogic, kepribadian, social dan professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.” 
Selain itu juga dijelaskan dalam PP No.19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 mengenai kometensi yang harus dimiliki oleh pendidik.
c.       Pendidik terkadang menjadikan mengajar hanya untuk menggugurkan kewajiban sebagai pendidik, sehingga dia mengajar secara tidak maksimal.
Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 yang seharusnya pendidik memiliki kompetensi professional, yang mengharuskan pendidik wajib bertanggung jawab dengan tugas dan pembinaan terhadap peserta didik. 
d.      Pendidik belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, bahkan lebih berorintasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik , sosial, dan budaya.
e.        Pendidik mengajar tidak sesuai dengan silabus sehingga target dari tujuan pembelajaran tidak sepenuhnya tercapai
 Hal ini tidak sesuai dengan kompetensi pedagogic yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan PP No.19 Tahun 2005 Pasal 28 (3) yang berbunyi “Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi pedagogic, Kompetensi kepribadian, Kompetensi professional dan Kompetensi sosial.”
f.       Masih banyak pendidik yang belum memenuhi ketentuan sesuai dengan PP No. 19 tahun 2005 seperti pengajar di tingkat SD/MI minimal berijazah S1/ D4. Tapi dalam kenyataan di masyarakat masih terdapat pendidik yang belum berijazah D4 atau dengan kata lain  masih D3.
g.      Tenaga kependidikan biasanya masih berasal dari tenaga pendidik yang merangkap tugas menjadi tenaga kependidikan seperti guru merangkap menjadi tenaga administrasi atau tenaga perpustakaan.

Masalah-masalah pendidikan dapat terjadi jika tenaga kependidikan tidak mampu menjalankan perannya dengan baik sebagai manajer pendidikan.  Sebagai manajer pendidikan setiap tenaga kependidikan terlebih lagi untuk setiap pemimpin institusi pendidikan harus mengembangkan kemahiran dasar yang oleh Rex F. Harlow (Sarwoto, 1998: 47) dibedakan menjadi tiga, yaitu :
·         Kemahiran teknis (technical skill) yang cukup untuk melakukan upaya dari tugas khusus yang menjadi tanggung jawabnya.
·         Kemahiran yang bercorak kemanusiaan (human skill), yang diperlukan untuk bekerja dengan sesamanya guna menciptakan keserasian kelompok yang efektif dan yang mampu menumbuhkan kerja sama diantara anggota-anggota bawahan yang dia pimpin.
·         Kemahiran menganalisis situasi dan permasalahan dengan konsep-konsep ilmiah yang relevan (conceptual skill), yang dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan dan bertindak secara tetap.

B.     KETERKAITAN ANTAR MASALAH
Permasalahan pokok tersebut sesungguhnya tidak berdiri sendiri, dalam kenyataannya di lapangan masalah tersebut saling berkaitan, mungkin pada suatu kondisi muncul secara serempak meskipun dalam bobot yang berbeda, pada kondisi tertentu misalnya kita (negara) ingin pendidikan itu merata, maka pada saat ini mutu terabaikan (bermasalah) efisiensi akan bermasalah demikian pula relevansi pendidikan akan mengalami penurunaan.
 Keadaan seperti ini mengharuskan negara memusatkan perhatian pada program pendidikan tertentu, misalnya pada periode tertentu memusatkan perhatian pada pemerataan pendidikan, kemudian pada periode berikutnya pada peningkatan mutu, bila negara sudah maju maka pada kondisi ini permasalahan pendidikan tidak akan ada lagi, jika tedapat juga permasalahan tidak akan berat/besar lagi. (pengantar pendidikan,99,2006)

BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan pembangunan. Pendidikan berperan untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan.Karena pembangunan selalu berubah mengikuti tuntutan zaman, maka pendidikan pun juga harus bisa mengimbangi.Sebagai akibatnya, permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan pun semakin luas.
Hal ini dikarenakan sasaran pendidikan adalah manusia yang merupakan pelaku dalam kegiatan pembangunan serta usaha pendidikan yang mempunyai orientasi ke depan dan harus dapat dijangkau oleh pemikiran manusia. Permasalahan yang timbul antara lain seperti masalah kualitas dan kuantitas pendidikan, masalah efisiensi dan efektivitas pendidikan, masalah relevansi pendidikan, masalah pendidik dan tenaga kependidikan.
Secara garis besar, solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu solusi sistemik dan solusi teknis.Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial ekonomi yang berkaitan dengan sistem pendidikan.Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan.Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

3.2 Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar