BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah permasalahan diterjemahkan
dari istilah “problem” (Bahasa Inggris) yang berarti : perbedaan (discrapancy/
different) antara sesuatu yang diharapkan (what should be/ das solen) dengan
sesuatu yang terlihat/ terdapat sebagaimana adanya (what is/ das sain) tentang
sesuatu. Dalam bahasa yang mudah dimengerti permasalahan adalah : “perbedaan/jarak/kesenjangan antara
sesuatu yang di cita-citakan (idealita) dengan sesuatu yang ternyata ada
(realita). Permasalahan penadidikan
ialah perbeadaan program-program penadidikan antara yang diharapkan dengana
kenyataaan yang terlakasana dilapangan. Seperti diketahui program utama
pengembangan pendidikan ditanah air kita adalah :
a.
Perluasan dan
pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan.
b.
Peningkatan mutu
pendidikan.
c.
Peningkatan relevansi
pendiddiakn.
d.
Peningkatan efisiensi
dan efektivitas pendidikan.
e.
Pengembangan
kebudayaan.
f.
Pembinaaan generasi
muda.
(TAP
MPR RI No II/MPR/1993)
Semakin
besar/lebar perbedaan antara yang dicita-citakan dengan yang ternyata ditemui
dilapangan, semakin besar/rumit/komplek permasalah tersebut. Dewasa ini
permasalahan yang dipandang rumit/kompleks adalah permasalahan: 1) pemerataan,
2) mutu, 3) efisiensi dan efektiviatas, 4) relevansi. Keemapat permasalahan pokok
ini akan dipaparkan dalam pembahasan ini.
B.
Tujuan
Dengan membahas permasalahan pokok pendidikan yang ada di Indonesia di
harapkan peserta dapat mengetahui pokok permasalahan yang ada di indonesia.
Selain itu peserta juga di harapkan dapat :
1.
Menguraikan
permasalahan pokok pendidikan di tanah air.
2.
Menjelaskan
keterkaitan antara pokok permaslahan tersebut.
3.
Mengidentifikasi
factor yang mempengaruhi perkembangan masalah tersebut
4.
Menganalisis
cara penanggulangan dari permalahan tersebut.
BAB II
ISI
A. MASALAH
POKOK PENDIDIKAN
1. Masalah
Pemerataan Pendidikan
Masalah
pemerataan pendidiksn adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan,
sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia
untuk menunjang pembanagunan.
Masalah pendidikan
timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak
dapat ditampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karaena kurangnya fasilitas
pendidikan yang tersedia.
Pada awalnya
di tanah air kita pemerataan pendidikan telah dinyatakan dalam undang-undang
no. 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran disekolah, pada
bab XI, pasal 17 berbunyi:
“Tiap-tiap warga negara Republik indonesi mempunyai hak
yang sama untuk diterima menjadi muridsuatu sekolah jika syarat-syarat yang
ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran disekolah itu dipenuhi.“ (Prof.Dr.Umar
Tirtarahaja dan Drs.La Sula,227,2000)
Landasan
yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan
pelaksanaan uapaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai
akibat penjajahan. (Prof.Dr.Umar
Tirtarahaja dan Drs.La Sula,228,2000)
Diharapkan :
“pendidikan nasional dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
seluruh warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan”.
Kenyataan : “masih
banyak warga negara khususnya warga usia sekolah tidak tertampung dilembaga
pendidikan yang ada. Permasalahannya ialah bagaimana sistem pendidikan di kelolah sehingga dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara memperoleh
pendidikan. (pengantar pendidikan,97,2006
Dengan memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya itu diharapkan pendidikan akan semakin merata,
karena merata dalam arti yang sesungguhnya tidak mungkin dicapai, hal ini
antara lain disebabkan peraturan perundang-undangan tentang wajib belajar tidak
diikuti dengan sanksi bagi yang tidak mengikutinya, karena sistem pendidikan
itu sendiri belum memungkinkan untuk itu.
2.
Kuantitas Pendidikan
Masalah
kuantitas pendidikan merupakan masalah yang menyangkut banyak murid yang harus
ditampung di dalam system pendidikan atau sekolah.
Masalah ini
timbul karena calon murid yang tidak tertampung di suatu sekolah, karena
terbatasnya daya tampung.Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada
tingkat Sekolah Dasar.Permasalahan ini mencuat terutama di SD pada tahun-tahun
lampau. Tapi saat ini masalah itu sudah bisa teratasi, apalagi dengan telah
banyaknya didirikan SD swasta yang dengan kata lain dapat mengatasi
permasalahan kuantitas pendidikan. Sisa permasalahan ini ada pada anak-anak yang
tinggal di daerah terpencil
Untuk
mengatasi masalah kuantitas pendidikan
itu perlu adanya perhatian yang lebih dari pemerintah agar anak-anak
yang tinggal di daerah terpencil ikut merasakan pendidikan. Upaya yang dapat
dilakukan pemerintah antara lain dengan membangun SD negeri di daerah-daerah
yang masih minim kuantitas pendidikannya, dan tentunya sekolah yang dibangun
juga dilengkapi sarana prasarana yang lengkap untuk menunjang proses belajar
mengajar.
3. Masalah
Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan umumnya
dilihat dari hasil (output) pendidikan itu sendiri, kriteria untuk hasil ini
adalah kadar ketercapaian tujuan pendidikan itu sendiri, kadar ketercapaian
tujuan ini dapat dilihat dari hirarki tujuan terkecil yaitu tujuan pembelajaran
khususnya indikator pencapaian hasil belajar kualitas ketercapaian TPK
indikator selanjutnya dapat menggambarkan ketercapaian tujuan pembelajaran umum
kompensasi dasar.
Demikian secara hirarki
sehingga dapat diketahui pula tujuan-tujuan yang lebih jauh yaitu tujuan
kurikuler (tujuan mata pelajaran/kuliah), tujuan institusional (lembaga
pendidikan), dan tujuan nasional pendidikan, tujuan ini diterapkan sebelum
proses pendidikan dimulai. (pengantar pendidikan,96,2006)
Kadar ketercapaian
tujuan ini tergantung pada lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tersebut,
unit terkecil yang akan menentukan ialah guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Memang kadar ketercapaian tujuan sukar /
sulit ditetapkan secara pasti karena
alat ukur keberhasilan seorang anak di sekolah belum ada yang baku, adakalanya sistem penilaian ada yang
menggunakan panduan acuan normal dan acu
an patokan, rambu-rambur kadar keberhasilan (ketercapaian tujuan) secara umum
dapat ditetapkan seperti kadar pencapaian tujuan minimal 75% (menurut kurikulum
sekolah), indek prestasi (IP) minimal 2,00 untuk program S1 di Perguruan
Tinggi.
Walaupun kadar minimal sudah ditetapkan,
tetapi pada akhirnya yang memutuskan nilai adalah si penilai (evaluator) itu
sendiri, keadaan seperti ini menyebabkan kita mengalami kesukaran untuk
menetapkan kadar mutu yang sesungguhnya, oleh sebab itu permasalahan mutu
pendidikan sukar diketahui dalam arti yang sesungguhnya. (pengantar
pendidikan,97,2006)
4.
Efisiensi
Pendidikan
dikatakan efisiensi (ideal) ialah bila penyelenggaraan pendidikan tersebut
hemet waktu, tenaga dan biaya tetapi produktivitas (hasil) optimal. Pendidikan
dikatakan efisiensi bila pendayagunaan sumberdaya yang ada (waktu, tenaga,
biaya) tepat sasaran, kadar efisiensi itu tentu tergantung pada pemberdayaan
sumberdaya tersebut, bila yang terjadi misalnya tidak hemat (boros) waktu,
biaya dan tenaga tidak berfungsi secara optimal maka kadar efisiensi rendah
(kurang efisien).
Kadar
efisinsi dilapangan (realita) ditentukan oleh keadaan pendayagunaan ketiga
kriteria tersebut, bila penyelengaraan pendidikan tidak/kurang memfungsian
tenaga yang ada, sementara waktu kurang dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga
banyak yang terbuang sia-sia, apalagi biaya yang dikeluarkan banyak maka kadar
efisiensi rendah. (pengantar
pendidikan,98,2006)
Analisis
seperti ini dapat diarahkan pada unsur-unsur terkecil dari ketiga kriteria
tersebut, misalnya apakah waktu yang digunakan sesuai dengan rencana, apakah
guru mengajar sama dengan jam wajib
mengajar setara dengan pegawai negri (24 jam/ minggu), demikian pula analisis
dapat dilakukan dari unsur-unsur makro sehingga dapat diketahui efisiensi
secara nasional. (pengantar
pendidikan,98,2006)
5. Efektivitas
Pendidikan dikatakan
efektif ialah bila hasil yang dicapai sesuai dengan rencana/program yang dibuat
sebelumnya (tepat guna, bila rencana mengajar (persiapan mengajar) yang dibuat
oleh guru atau silabus yang dibuat oleh dosen sebelum mengajar/memberikan
kuliah terlaksana secara utuh dengan sempurna, maka pelaksanaan perkuliahan
tersebut dikatakan efektif, sempurna disini meliputi semua komponen perencanaan
seperti tujuan, materi/bahan, strategi, evaluasi.
Sebaiknya dikatakan kurang efektif apabila
komponen-komponen rencana tidak terlaksana dengan sempurna, misalnya tujuan
yang ingin dicapai tidak tercapai semuanya, materi tidak tersajikan semuanya,
stretegi belajar mengajar tida tepat, evaluasi tidak dilakukan sesuai dengan
rencana. (pengantar
pendidikan,98,2006)
6. Masalah
Relevansi Pendidikan
Pendidikan dikatakan
relevan ialah bila sistem pendidikan dapat menghasilkan output yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan, kesesuaian tersebut meliputi kuantitas(jumlah)
ataupun kualitas (mutu) output tersebut, selanjutnya kesesuaian tersebut
hendaknya mempunyai tingkat keterkaitan dan keterpaduan.
Pendidikan dikatakan
tidak / kurang relevan apabila tingkat kesesuaian tidak ada, kadar permasalahan
ditentukan oleh tingkat kesesuaian antara sistem pendidikan dengan kebutuhan
masyarakat pembangunan tersebut, bila tingkat kesesuaian tinggi maka pendidikan
dikatakan relevan, permasalahan akan semakin besar bila tingkat kesesuaian
rendah. (pengantar
pendidikan,99,2006)
7.
Tenaga Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Identifikasi masalah sumber daya
pendidik dan tenaga kependidikan antara lain :
a.
Pendidik bukan berasal dari lulusan
yang sesuai. Maksudnya terkadang terdapat tenaga pendidik yang mengajar tidak
sesuai dengan jurusannya. Contoh, pendidik yang merupakan lulusan
metematika mengajar bahasa Indonesia. Hal ini secara tidak langsung akan
menjadi masalah pendidikan di Indonesia.
Padahal dalam PP NO.19 tahun 2005 tentang standar
pendidik dan tenaga kependidikan pasal 28 ayat 2, dijelaskan bahwa pendidik
harus sesuai dengan ijazah dan sertivikat keahlian yang relevan dengan
perundang-undangan yang berlaku.
b.
Pendidik kurang menguasai dari
4 kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik maupun tenaga kependidikan
sehingga hal ini menyebabkan adanya masalah kualitas pendidik dan tenaga
kependidikan yang kurang baik.
Dalam UU RI no.14 Tahun 2005 pasal 8 ayat dijelaskan
bahwa guru wajib memiliki kualifikasi yang salah satu diantaranya kompetensi ,
dan diperjelas dalam pasal 10 ayat 1 yang berbunyi “ kompetensi guru sebagai
mana dalam pasal 8 meliputi kopetensi pedagogic, kepribadian, social dan
professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.”
Selain itu juga dijelaskan dalam PP No.19 Tahun 2005
pasal 28 ayat 3 mengenai kometensi yang harus dimiliki oleh pendidik.
c.
Pendidik terkadang menjadikan
mengajar hanya untuk menggugurkan kewajiban sebagai pendidik, sehingga dia
mengajar secara tidak maksimal.
Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 pasal
28 ayat 3 yang seharusnya pendidik memiliki kompetensi professional, yang
mengharuskan pendidik wajib bertanggung jawab dengan tugas dan pembinaan
terhadap peserta didik.
d.
Pendidik belum sepenuhnya dapat
memenuhi harapan masyarakat. Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan,
penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, bahkan lebih berorintasi
proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka
terus mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam
dinamika kehidupan ekonomi, politik , sosial, dan budaya.
e.
Pendidik mengajar tidak sesuai
dengan silabus sehingga target dari tujuan pembelajaran tidak sepenuhnya
tercapai
Hal ini tidak
sesuai dengan kompetensi pedagogic yang harus dimiliki oleh guru sesuai dengan
PP No.19 Tahun 2005 Pasal 28 (3) yang berbunyi “Kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini meliputi: Kompetensi pedagogic, Kompetensi kepribadian, Kompetensi
professional dan Kompetensi sosial.”
f.
Masih banyak pendidik yang belum
memenuhi ketentuan sesuai dengan PP No. 19 tahun 2005 seperti pengajar di
tingkat SD/MI minimal berijazah S1/ D4. Tapi dalam kenyataan di masyarakat
masih terdapat pendidik yang belum berijazah D4 atau dengan kata lain
masih D3.
g.
Tenaga kependidikan biasanya masih
berasal dari tenaga pendidik yang merangkap tugas menjadi tenaga kependidikan
seperti guru merangkap menjadi tenaga administrasi atau tenaga perpustakaan.
Masalah-masalah pendidikan dapat terjadi jika tenaga kependidikan tidak
mampu menjalankan perannya dengan baik sebagai manajer pendidikan. Sebagai manajer pendidikan setiap tenaga
kependidikan terlebih lagi untuk setiap pemimpin institusi pendidikan harus
mengembangkan kemahiran dasar yang oleh Rex F. Harlow (Sarwoto, 1998: 47)
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
·
Kemahiran teknis (technical skill)
yang cukup untuk melakukan upaya dari tugas khusus yang menjadi tanggung
jawabnya.
·
Kemahiran yang bercorak kemanusiaan
(human skill), yang diperlukan untuk bekerja dengan sesamanya guna menciptakan
keserasian kelompok yang efektif dan yang mampu menumbuhkan kerja sama diantara
anggota-anggota bawahan yang dia pimpin.
·
Kemahiran menganalisis situasi dan
permasalahan dengan konsep-konsep ilmiah yang relevan (conceptual skill), yang
dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan dan bertindak secara tetap.
B. KETERKAITAN
ANTAR MASALAH
Permasalahan pokok
tersebut sesungguhnya tidak berdiri sendiri, dalam kenyataannya di lapangan
masalah tersebut saling berkaitan, mungkin pada suatu kondisi muncul secara
serempak meskipun dalam bobot yang berbeda, pada kondisi tertentu misalnya kita
(negara) ingin pendidikan itu merata, maka pada saat ini mutu terabaikan
(bermasalah) efisiensi akan bermasalah demikian pula relevansi pendidikan akan
mengalami penurunaan.
Keadaan seperti ini mengharuskan negara
memusatkan perhatian pada program pendidikan tertentu, misalnya pada periode
tertentu memusatkan perhatian pada pemerataan pendidikan, kemudian pada periode
berikutnya pada peningkatan mutu, bila negara sudah maju maka pada kondisi ini
permasalahan pendidikan tidak akan ada lagi, jika tedapat juga permasalahan
tidak akan berat/besar lagi. (pengantar
pendidikan,99,2006)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan pembangunan. Pendidikan berperan
untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan.Karena pembangunan
selalu berubah mengikuti tuntutan zaman, maka pendidikan pun juga harus bisa
mengimbangi.Sebagai akibatnya, permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan
pun semakin luas.
Hal ini dikarenakan sasaran pendidikan adalah manusia yang merupakan pelaku
dalam kegiatan pembangunan serta usaha pendidikan yang mempunyai orientasi ke
depan dan harus dapat dijangkau oleh pemikiran manusia. Permasalahan yang
timbul antara lain seperti masalah kualitas dan kuantitas pendidikan, masalah
efisiensi dan efektivitas pendidikan, masalah relevansi pendidikan, masalah
pendidik dan tenaga kependidikan.
Secara garis besar, solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut yaitu solusi sistemik dan solusi teknis.Solusi sistemik,
yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial ekonomi yang berkaitan dengan
sistem pendidikan.Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal
teknis yang berkait langsung dengan pendidikan.Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
3.2 Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan
kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat
dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia
agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan
meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang
terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing
secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar